Senin, 19 Desember 2011

Sekilas Tentang Agama Hindu



AGAMA HINDU
(Sejarah, Ajaran dan Perkembangannya)

Oleh: Anwarsyah Nur



A. Pendahuluan

Berbicara masalah agama Hindu, seseorang tidak akan terlepas membicarakan tentang wilayah India karena India adalah sebagai asal muasal tempat lahirnya agama ini. Namun , bila ingin memasuki wilayah kajian agama Hindu, seseorang harus sudah menyiapkan diri untuik memasuki sebuah hutan tidak bertepi. Hal ini disebabkan dua factor. Pertama, sedemikian banyaknya gejala-gejala agama yang sulit diuraikan, Kedua, agama Hindu dalam perjalanan sejarahnya telah memasuki fase-fase dengan cirinya yang sangat beragam antara dirinya sebagai budaya dan juga ajaran yang datang dari Tuhan. Dalam hal ini sangat menarik uraian Govinda Das tentang agama ini.
Agama Hindu sesungguhnya adalah suatu proses antropologis, yang hanya karena nasib saja diberi nama agama. Demgan berpangkal kepada Kitab Weda yang terkandung di dalamnya adat istiadat dan gagasan-gagasan dari salah satu atau beberapa suku bangsa, agama Hindu terus bergulir di sepanjang abad hingga kini, bagaikan bola salju yang semakin besar karena menyerap adat istiadat dan gagasan bangsa yang dijumpai di dalam dirinya. Tidak ada suatupun yang ditolak. Ia meliputi sesuatu. Setiap gagasan tumbuh subur di dalamnya. Ia memiliki aspek rohani dan jasmani yang berlaku untuk umum maupun individual saja. Subjektif maupun objektif, yang rasional dan irrasional, yang murni dan tidak murni. Agama Hindu  diibaratkan sebagi sebuah tubuh yang sangat besar yang memiliki segi banyak sekali tanpa teratur. Satu bagi hal-hal yang praktis dan yang lain untuk hal-hal yang melulu bersifat pertapaan, dan yang lain untuk yang nafsani, dan bagi yang lain bersifat falsafah dan subjektif.[1]

            Dengan kenyataan pernyataan di atas bukan berarti kita harus menghindar untuk membicarakan agama Hindu yang dianut sejumlah anak manusia di permukaan bumi ini. Untuk itulah dalam poin-poin atau sub-bab berikut akan kita bahas hal-hal yang mendasar yang menyangkut agama Hindu ini.
Karena bagaimanapun juga sebagai agama tertua dan dianut oleh banyak penganut terutama di anak benua India sampai saat ini perlu menjadi perhatian untuk didiskusikan. Di samping itu juga agama Hindu pernah masuk ke Nusantara dan menjadi agama terbesar di zaman Kerajaan Mojopahit dan zaman Kerajaan Singosari dan lain lain sebelum agama Islam masuk ke Indonesia. Terbukti banyaknya peninggalan-peninggalan berupa candi-candi yang sampai saat ini masih eksis di Indonesia. Bahkan para penganutnya yang setia ketika agama Islam masuk ke Nusantara, mereka tetap mempertahankan keyakinan mereka hingga kini seperti Suku Bali di Propinsi Bali dan Suku Tengger di sekitar Pegunungan Bromo Jawa Timur.
Hal inilah yang menjadi daya tarik penulis untuk membahas sekilas tentang Agama Hindu yang cukup unik dan penuh dengan nuansa kebudayaan para penganutnya. Hal yang penting adalah bahwa penganut agama lain harus memberikan appresiasi terhadap agama Hindu ini karena agama ini telah banyak memberikan  kontribusinya terhadap perkembangan agama lain juga terhadap perkembangan kebudayaan  para penganutnya maupun orang-orang lain di sekitarnya. Perbedaan itu memang indah apabila setiap penganut agama yang berbeda mau saling hormat menghormati ajaran agama lainnya.
           
B. Sejarah dan Asal Muasal.
            Agama Hindu berkembang sejak 1500 S.M. (B.C) bersamaan dengan masuknya suku bangsa Arya (Indo German) ke India Utara. Mereka mula-mula menduduki daerah Sungai Indus, yang kemudian bercampur dengan penduduk asli yang terdiri dari suku bangsa Dravida dan suku-suku lain yang berdiam di India utara. Kepercayaan bangsa Arya yang berpadu dengan kepercayaan penduduk asli menjadi semacam sinkretisme yang kemudian membentuk agama Hindu. Teori-teori kegamaan yang kemudian timbul dari agama tersebut juga menggambarkan pengaruh kebudayaan bangsa Arya dan penduduk asli India Utara itu.
            Dengan kata lain konsepsi-konsepsi kebudayaan yang dibawa oleh bangsa Arya dalam bentuk kepercayaan terhadap dewa-dewa alam yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani itu mengalami peleburan atau sinkretisme dengan kebudayaan asli yang berisi kepercayaan tentang hal-hal gaibyang berbentuk animisme, dynamisme serta fetisysme disamping pemujaan kepada naga, peri dan sebagainya.
            Ternyata di kemudian hari masing-masing anasir dari kedua kebudayaan tersebut, tetap dipertahankan dalam agama Hindu India. Akan tetapi anasir agama  dalam Hinduisme ini selalu berkembang menurut tarap perkembangan kebudayaan masyarakat Hindu pada masa-masa selajutnya, sehingga periode permulaan perkembangannya berbeda dibanding dengan tarap perkembangan lebih lanjut setelah Buddisme muncul dan berkembang.[2]
            Dengan demikian maka tampaklah perbedaan yang menonjol antara  agama Hindu permulaan (yang biasa disebut dengan Hindu Wedha) dengan agama Hindu setelah berkembang (yakni agama Hindu setelah berkembangnya Buddisme). Perbedaan tersebut tampak dalam hal-hal sebagai berikut:
  1. Agama Hindu Wedha tidak mengutamakan pemujaan kepada patung-patung dewa, tetapi lebih mementingkan cara-cara berkorban kepada dewa-dewa, membuat mantera-mantera dan menggunakannya, serta ,mementingkan upacara-upacara (rites and ritual). Jumlah dewa yang dipuja ditetapkan sesuai dengan yang tersebut dalam kita suci Wedha.
  2. Agama Hindu sesudah munculnya Buddisme mengalami perkembangan dengan mementingkan pemujaaan patung-patung dewa. Jumlah dewa bertambah sehingga masing-masing golongan atau orang terutama golongan Brahmana memuja patung-patung dewa sendiri. Misalnya dewa-dewa rumah tangga yang terdapat dalam masing-masing rumah dipuja sebagai “dewa-dewa kula” (Kuladevata), sedangkan dewa-dewa pelindung perseorangan yang juga dipuja di setiap rumah dinamakan “Ishtadevata
Dengan memperhatikan banyaknya dewa-dewa yang harus dipuja itu maka nyatalah bahwa dalam masyarakat Hinduisme pada masa itu, masalah upacara keagamaan menjadi tgas pokok sehari-hari yang tidak boleh ditinggalkan. Oleh sebab itu Hinduisme pada akhirnya dibedakan dalam dua pengertian sebagai berikut:
a). Hinduisme Tua (agama Hindu Wedha) mengajarkan segala buah pikiran serta kebiasaan bangsa Hindu yang bercorak keagamaan menurut kitab Wedha dan kitab Brahma.
b). Hinduisme setelah Buddisme, mengandung pengertian segala kebiasaan dan buah pikiran bangsa Hindu yang berdasarkan atas kebudayaan bangsa Hindu. Pengertian kedua ini lebih luas lagi, sebab memasukkan ke dalamnya anasir kebudayaan selain Hinduisme.[3]

            Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa agama Hindu lahir dan berkembang untuk pertama kalinya di India, dan oleh orang pribumi sendiri agama ini disebut juga Sanata Dharma, agama yang kekal. Penamaan ini seakan-akan telah menyatakan keyakinan umat Hindu agama ini sebenarnya tidak pernah terikat dengan waktu dan zaman. Agama berada bersamaan dengan bermulanya kehidupan manusia, sebab agama adalah makanan rohani. Di samping Sanata Dharma, agama ini juga disebut Waidika Dharma, agama Wedha. Dengan ungkapan ini dinyatakan bahwa Kitab Wedha adalah kitab suci agama Hindu.[4]
            Nama Hindu yang kini lazim digunakan termasuk kalangan dunia ilmu, sebenarnya nama asing bagi Hindu itu sendiri, sebab nama itu dipopulerkan oleh orang yang buka Hindu. Nama itu diberikan kepada sekelompok masyarakat yang memiliki agama dan tradisi Dharma. Ajaran Dharma itu sendiri pada mulanya berasal dari lembah sungai Indus (Shindu), yakni salah satu sungai terbesar di Pakistan (dahulu masih bersatu dengan India). Ajaran Dharma itu dikenal dengan Indus Culture atau kebudayaan lembah sungai Shindu (Indus). Di dalam pengucapan, perubahan lafal “S” ke “H” mempemngaruhi ejaan Shindu menjadi Hindu yang kemudian dikenal sekarang.[5]
            Setiap agama mempunyai tujuan, dan bagi agama Hindu tujuan agama itu dapat dirumuskan secara garis besar kepada dua: Pertama, untuk mencapai kebahagiaan dunia yang disebut  jagad hita. Jagad bermakna dunia, dan hita,  bermakna baik. Jagad hita berarti kebaikan di dunia. Kedua, untuk  mencapai kebahagiaan rohani atau batin yang disebut Moksa, satu keadaan mental dan rohani dimana tujuan pokok dari kehidupan rohani dapat dicapai atau direalisir, satu kegembiraan keadaan batin dimana keadaan bahagia benar-benar dirasakan.
            Tujuan ini sering diungkapkan dalam suatu kalimat berupa formula dalam bahasa Sanskerta yaitu:
            Moksartham Jagadhita ya ea iti Dharma, tujuan agama adalah untuk mencapai jagadhita (kesejahteraan jasmani/dunia) dan moksa (kelepasan, kehormatan atau ketenteraman batin).[6]


C. Kitab Suci.
            Agama Hindu Wedha termasuk agama tertua yang usianya sejajar dengan agama-agama kuno lainnya  seperti agama Babilonia, Agama Mesir Kuno atau agama Yunani Kuno. Kelahiran agama Hindu hampir bersamaan waktunya dengan agama Persia Kuno. Meskipun termasuk agama kuno, Hinduisme mempunyai ajaran keagamaan yang tertulis dalam kitab-kitab sucinya disebut “Wedha”. Kitab suci tersebut ditulis sejak masa masa permulaan secara bertahap. Penulisnya tidak dikenal sampai sekarang, tetapi ada dugaaan keras bahwa para penulis Wedha ialah para Reshi dari zaman ke zaman yang tidak dikenal. Keadaan demikian ada hubungannya dengan pandangan tradisional masyarakat Hindu bahwa kitab suci adalah milik masyarakat. Oleh karenanya penulisnya tidak perlu dicantumkan.
            Kitab yang tertua adalah Reg Wedha yang diduga bukan berasal dari India, yakni berisi kumpulan nyanyian-nyanyian suci untuk pemujaan dewa-dewa yang disebut Samhita.
            Kitab lainnya ialah Yajur Wedha  yang berisi rumus-rumus upacara korban dewa. Sama dengan kitab Wedha yang berisi melodi-melodi atau hymne-hymne yang dinyanyikan oleh para pendeta yang bertugas dalam uapacara pemujaan dan korban.
            Terakhir adalah Atharwa Wedha,  sebuah kita yang termuda usianya dan berisi rumusan matra yang mengandung kekuatan gaib yang baik dan yang jahat. Kemudian masih terdapat lagi kitab-kitab agama yang timbul setelah kitab-kitab suci tersebut.corak dan isinya terpengaruh oleh Wedha yang berkembang sampai mencapai masa 300 tahun S.M. misalnya kitab Brahmana, kitab Purana, kitab Bagavad Gita, kitab Upanisad dan sebagainya.[7]
D. Konsepsi Ketuhanan dalam Ajaran Agama Hindu.
            Konsepsi ketuhanan dalam ajaran agama Hindu dapat dijelaskan secara garis besar sebagai berikut:
  1. Agama Hindu Wedha (Hindu lama sebelum berkembannya Buddisme) mempunyai konsepsi ketuhanan yang bersifat polytheisme yang dimanifestasikan dalam jumlah dewa-dewa yang disebut dalam kitab-kitab Wedha sebanyak 32 dewa. Jumlah 32 dewa tersebut memiliki fungsi masing-masing dalam hubungannya dengan kehidupan manusia. Dewa-dewa tersebut dipandang sebagai tokoh simbolis dari satu dewa utama yakni Brahma. Nama-nama dewa yang disebutkan dalam kitab suci Wedha antara lain sebagai berikut:
  1. Dyaus Pitar sebagai dewa matahari, sama dengan dewa Mitra atau Surya dalam agama Hindu lama. Nama dewa Dyaus Pitar berasal dari dewa Yunani Kuno bernama Zeus yang dibawa oleh bangsa Arya (Indo German) ke dalam Hinduisme ini.
  2. Vairuna sebagai dewa air, yang menurut Hindu lama disebut Varuna sebagai dewa laut.
  3. Indra sebagai dewa perang, yaitu sebagai dewa pelindung bangsa Arya dalam peperangan-peperanganmelawan suku-suku bangsa lain. Kemudian dewa Indra ini dianggap sebagai dewa hujan yang dapat mengalahkan naga Wertra yang mengisap air hujan di langit tinggi.
  4. Yama sebagai dewa maut, yang mengingatkan kita kepada nama dewa Yamadipati dalam cerita-cerita wayang Jawa.
  5. Rudra  sebagai dewa badai topan atau dewa yang mengejutkan dengan suaranya yang menggelegar.
  6. Vayu  sebagai dewa angina yang disebut juga dewa Bayu.
  7. Soma sebagai dewa air soma (minuman yang digunakan dalam upacara korban soma yang memabukkan) yang kemudian dipandang sebagai dewa bulan.
  8. Agni  sebagai dewa api, yang dipandang sangat penting pada zaman Wedha ini. Dalam upacara-upacara dewa ini dianggap sebagai pengantar dewa-dewa dalam mengabulkan doa dan mantra-mantra.
  9. Perjaniya  sebagai dewa awan dan pembawa hujan disertai petir dan kilat.
  10. Asvin adalah pasangan dewa yang pada zaman Wedha ini belum mempunyai fungsi tertentu.
  11. Brahma sebagai dewa pencipta alam yang dianggap sebagai dewa yang paling tinggi, yang Esa pada masa kemudian.
  12. Wisnu sebagai dewa yang pada saat itu belum diberi kedudukan atau tugas tertentu. Baru di kemudian hari dipandang sebagai dewa pemeliharaan alam ini.[8]
  1. Upacara-upacara dan korban-korban yang Wajib Dilakukan.
Upacara-upacara/korban-korban ditetapkan dalam kitab-kitab pedoman agama Hindu yakni kitab Sutra sebagai tafsir dari kitab Brahmana yang terdiri dari dua jenis kitab sebagai berikut: Pertama, Srautra Sutra, berisi petunjuk-petunjuk tentang upacara-upacara/korban-korban yang wajib dikerjakan oleh raja-raja yang yang dibagi menjadi tiga macam: 1). Raja Surya yaitu upacara dalam pelantikan raja naik tahta. 2). Aswameda yaitu korban hewan kuda yang harus dilakukan raja s`ekali setahun sebagai tanda kebesaran raja yang dise`but dengan  Maharaja. 3). Perushameda   yaitu korban menunda yang diberikan oleh raja (yang kemudian sudah dihapuskan). Kedua, Gerha-Sutra, ialah tatacara/korban untuk setiap kepala keluarga yang terdi`ri dari pada: 1). Nitya, yaitu korban wajib dilakukan setiap hari oleh kepala keluarga terhadap roh-roh nenek moyang (pitara). 2). Naimittika, ialah korban yang hanya dilakukan sekjali seumur hidup. Korban yang demikian ini ada hubungannya dengan periode hidup manusia (samskara) misalnya pada saat kelahiran, pemberian nama, makan nasi yang pertama, memotong rambut pertama dsb. 3). Upanayana, ialah upacara memasuki kasta dengan pemberian upavita (tali kasta) pada umur 8-12 tahun, setelah itu datanglah upacara perkawinan dan sebagai penutup upacara ialah upacara kematian yang berupa pembakaran mayat. 
E. Perkembangan Agama Hindu Setelah Buddisme.
            Konsepsi Hinduisme sesudah Buddisme mengalami perkembangan yang luas sekali, sehingga banyak hal-hal yang telah dijadikan pedoman dalam kitab Wedha mengalami perubahan-perubahan dan penambahan-penambahan atau pengurangan-pengurangan. Misalnya dalam konsepsi ketuhanan yang sebelumnya tidak dikenal adanya dewa Trimurti yaitu rangkaian 3 tokoh dewa yang berkuasa atas alam semesta, maka dalam Hinduisme ini timbul filsafat Trimurti tersebut.
            Setelah munculnya aliran Vedanta, dewa Trimurti tersebut dipandang sebagai penggambaran dari kekuasaan yang Esa yaitu Brahman. Menurut rumusan dari Hindu Dharma dewa-dewa Trimurti itu adalah manifestasi dari sifat dan kekuasaan Sang Hyang Widi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa.
            Mengenai konsepsi Hinduisme tentang masyarakat ada empat tingkatan atau golongan kasta dimana satu sama lainnya tidak bolh bergaul dengan kasta lainnya. Empat kasta tersebut adalah: Brahmana (Para Pendeta/Imam), Ksatrya (yang Memegang Pemerintahan), Waisya (Para Pekerja) dan Sudra (Rakyat Jelata).
            Dengan perbedaan kasta dan golongan inilah kemudian merupakan salah satu munculnya agama Budha yamg mengajarkan tentang persamaan hidup dalam masyarakat dan tidak memiliki tingkat atau golongan maupun kasta dalam masyarakatnya yang kemudian agama Budha menjadi pembaharu keadaan ini dalam agama Hindu.
F. Sekte-Sekte dalam Agama Hindu.
Seperti halnya agama-agama besar lainnya, maka dalam agama Hindupun terdapat aliran-aliran atau sekte-sekte yang masing-masing mempunyai konsepsi maupun ajaran-ajaran tersendiri. Namun dalam makalah singkat ini tidak dibahas secara rinci sekte-sekte yang ada dalam agama Hindu.
Sekte-sekte itu antara lain seperti; Vendata, Sankya, Yoga, Jainisme, Vaisnawa, Siwaismae (Saiva), Brahmaisme, Tantrisme (Tantrayana), dan terakhir adalah agama Hindu Bali (Hindu Dharma). Dalam hal ini penulis akan membahas sekilas tentang Agama Hindu Dharma yang banyak dianut oleh suku Bali di Indonesia. Hal ini menarik karena Pulau Bali atau disebut juga Pulau Dewata dimana mayoritas suku Bali adalah pemeluk agama Hindu.[9]
G. Agama Hindu Bali (Hindu Dharma).
            Aliran agama Hindu Dharma ini nampak merupakan syicritisme antara faham animisme setempat dengan Hinduisme India, dan antara Siwaisme dan Budhisme yang telah mengalami proses rohaniah tipe Jawa. Prinsip-prinsip Hinduisme-Budhisme tetap dipertahankan dalam agama ini, sehingga dewa-dewa yang dipujanya pun berpusat pada Trimurti atau Trisakti yaitu Brahma, Wisnu dan Siwa.
            Disamping itu masih ada dewa-dewa yang dipuja secara insidentil misalnya, dewa Ganesha sebagai lambang ilmu pengetahuan, dewa Kama dan Ratih, dewa lambang cinta kasih; dewa Bregu sebagai dewa sambung ayam, dewa Skanda sebagai dewa perang, dewa Kuwera sebagai dewa kekayaan dan Bayu sebagai dewa angin dan sebagainya.
            Dewa yang dijadikan titik lingkaran pemujaan dalam Hindu Dharma ini adalah Siwa. Dewa inilah yang sangat ditakuti oleh mereka karena dapat menghancurkan jalan hidup manusia serta alam sekitarnya. Dewa ini pula bilamana banyak dilalaikan orang akan dapat menimbulkan kemarahannya sehingga dapat merusak manusia serta alam pulau Bali khususnya.
            Tetapi disamping membahayakan hidup dewa tersebut juga memberikan kesuburan tanah Bali. Jadi ia dipandang sebagai tokoh dewa yang memiliki kekuatan yang berlawanan dalam satu pribadi. Kekuatan tersebut tergambar dalam penjelmaan-penjelmaannya yang 3 macam bentuknya yaitu sebagai mahakala atau rudra, sebagai mahaguru dan sebagai mahadewa.
            Untuk menghin darihal-hal yang tidak diinginkan, masyarakat Bali senantiasa mengadakan upacara-upacara untuknya. Dalam upacara pemujaan dewa-dewa Hindu Dharma terdapat beberapa macam yajnya (korban). Disamping yajnya kecil dalam tiap keluarga dan dalam proses perkembangan hidupnya. Adapun yajnya besar untuk menjaga alam semesta ini agar tidak hancur, maka terdapat yajnya sebagai berikut:
            BUTTA YAJNYA yaitu korban-korban kepada makhluk halus/dewa penjaga alam, yang mendiami 11 penjuru angin. Butta yajnya tersebut dilakukan dalam 3 macam bentuk upacara korban ialah:
1. Tawur agung, yaitu korban yang dilaksanakan dalam satu tahun      sekali.
2. Tawur panca wali karma, yaitu upacara korban yang dilakukan dalam setiap 10 tahun sekali.
3. Tawur eka dasa rudra, yaitu upacara korban yang diadakan setiap 100 tahun sekali.
Adapun upacara yang paling utama ialah:
Tawur agung eka dasa rudra karena upacara ini merupakan usaha mencari keselamatan hidup di samping pengakuan dosa-dosa manusia selama 100 tahun.
Arti kata upacara tawur ini ialah:
  1. Tawur berarti: pembayaran, penebusan atau pembersihan.
  2. Agung berarti besar-besaran. Eka dasa: seratus, dan Rudra adalah makhluk halus/penjaga mata angin/alam. Rudra adalah manifestasi dari Siwa dalam kroda (kemarahan). Tempat upacara dilakukan sebuah pusat kuil pemujaan Hindu Dharma di lereng gunung Agung (tempat bersemayam dewa-dewa Hindu) yang bernama Pura Besakih.
Tujuan upacara tawur tersebut menurut kepercayaan Hindu ini ialah untuk mengadakan introspeksi terhadap segala perbuatan rakyat Bali yang dalam tingkah laku sehari-hari lepas dari kesalahan serta noda-noda hidup; juga di samping itu timbullah pengharapan (prospeksi) untuk memperoleh keselamatan hidup di bawah perlindungan dewa siwa (sang hyang widiwasa).
      Disadari bahwa dalam tingkah laku hidup sehari-hari terdapat kesalahan dan noda ataupun kebaikan-kebaikan, baik disadari maupun yang tidak disadari, dimana di dalamnya terjadi karma-karma (sebab akibat). Karma-karma itulah yang memberi pengaruh pada pulau bali khususnya. Pengaruh-pengaruh tersebut menimbulkan durmanggala serta durnimita (kejadian-kejadian yang tidak diharapkan), misalnya gunung meletus, peperangan, gempa bumi dan sebagainya. Jadi noda-noda yang menyebabkan durmanggala itu dapat menjadi gangguan dan penghalang bagi kehidupan rakyat dan bumi Bali, yang perlu segera dibersihkan supaya kembali kepada fungsi sewajarnya.
      Pada tahun Saka 1900 pulau Bali pernah mengalami durnimita berupa peperangan antara raja-raja, disusul dengan perang dengan Belanda, Jepang, perang revolusi. Gempa besar terjadi pada tahun 1917 dan gunung Batur meletus tahun 1026 dan sebagainya. Kesemuanya itu menurut kepercayaan Hindu ini adalah karena belum pernah dilaksanakannya kewajiban upacara tawur agung eka dasarudra itu sehingga dewa-dewa/makhluk-makhluk halus tidak lagi dapat diatur oleh sang hyang widiwasa.
            Dengan 11 macam korban-korban yang berupa binatang seperti monyet, babi, kerbau dan sebagainya diharapkan sang hyang widiwasa dangan kekuasaannya mengembalikan susunan alam menjadi wajar dan harmonis kembali. Sedang kepada butta (makhluk-makhluk halus) diberi saji-sajian sesuai dengan ketentuan yang berlaku, agar mereka kembali kepada keadaan serta tempat yang wajar dalam ala mini. Akhirnya alam ini dapat menjadi tentram sejahtera sesuai dengan harapan manusia.
            Upacara tawur agung tersebut pernah diadakan selama 40 hari dari tanggal 3 maret sampai 20 april 1963 yang diatur oleh pemerintah daerah Propinsi Bali.
            Adapun upacara yang bersifat perseorangan, Upacara Ngaben adalah upacara pembakaran jenazah. Biasanya diadakan sesuai dengan kemampuan warga sipeninggal. Kadang-kadang dilakukan dengan biaya besar bagi keluarga raja-raja selama beberapa hari yang dipimpin oleh pendeta-pendeta (pedanda) dengan didahului upacara penjemputan roh orang yang telah meninggal dengan menggunakan panah sakti dari pedanda disertai dengan mantera-mantera ajaibnya. Roh lalu ditaruh dalam belanga yang disucikan jenazah keudian diatur didalam suatu tempat pembakaran (kreamatorium) yang biasanya berbentuk “meru” ( semacam menara yang beratap banyak takgenap). Setelah selesai dibakar, kemudian abunya dilarung, yakni dibuang dan ditaburkan di lautan. Di India, abu jenazah seperti itu hanya ditaburkan di sungai Gangga, karena sungai tersebut dipandang suci.
            Pada prinsipnya pembakaran jenazah tersebut timbul karena adanya kepercayaan bahwa mayat dipandang kotor dan najis, yang harus dibuang jauh-jauh agar tidak mengotori bumi. Kepercayaan demikian itu sama dengan apa yang terdapat dalam agama Zarathustra.
            Setiap upacara Hindu Dharma selalu dilayani 2 orang pendeta/pedanda yaitu pedanda Siwa dan Budha dengan mantera-manteranya masing-masing yang ditujukan kepada dewa-dewa. Hal ini membuktikan Siwaisme menjadi satu dengan Budhisme di mana di India hal tersebut tak pernah terjadi.
1) Konsepsi ke Tuhanan dalam Hindu Dharma.
            Menurut rumusan yang diuraikan dalam buku “Upadesa,” kepercayaan Hindu Dharma kepada Tuhan tidak boleh disebut polytheisme (faham banyak tuhan), akan tetapi sebaliknya agama tersebut adalah monotheisme (faham tuhan esa).
            Petunjuk untuk kepercayaan monotheisme tersebut adalah sabda kitab Wedha yang berbunyi : “ekam eva adwityam Brahman”, yang artinya: “hanya satu tiada duanya yaitu Brahman (sang hyang widhi) itu”.
            Juga disebut di dalam kitab Wedha Sanggraha sebagai berikut: “eka narayanad na dwitya’sti kaccit” yang berarti “hanya satu tuhan sama sekali tiada duanya”.
            Meskipun Tuhan hanya satu, akan tetapi dapat dimanifestasikan dalam bermacam-macam nama menurut sifat kekuasaan yang ada padanya. Bila dilihat dari fungsinya sang hyang widhi itu dapat disebut dengan nama utama dalam Trisakti yaitu Brahma sebagai sebutan sang hyang widhi dalam funksinya sebagai pelindung, sedang Siwa adalah sebutan sang hyang widhi dalam funksinya sebagai pelebur dunia beserta isinya.
Dalilnya adalah “ekam sat wiprah bahuda wadanti” yang artinya: hanya satu sang hyang widhi, hanya orang yang bijaksana saja menyebutkan dengan banyak nama.
            Semboyannya adalah “bhineka tunggal ika, tan hana dharma mengrwa” yang berarti bahwa: berbeda-beda tetapi satu, tidak ada dharma yang dua.
2) Kepercayaan Mutlak Hindu Dharma.
            Adapun sistem kepercayaan dalam Hindu Dharma adalah yang disebut “panca sradha”. Arti kata “panca” adalah lima, dan “sradha” adalah kepercayaan. Pancasradha adalah sama dengan rukun iman Hindu, yang terdriri dari lima keimanan sbb:
1). Percaya kepada adanya sang hyang widhi( tuhan Y.M.E.).
2). Percaya adanya atma ( roch leluhur).
3). Percaya adanya hukum karma phala (sebab akibat).
4). Percaya adanya samsara ( punarbhawa : menjelma berkali-kali).
5). Percaya adanya moksha (kelepasan dari samsara).
            Kepercayaan dalam pancasradha tersebut diajarkan oleh reshi sri dharmakerti.
            Dalam ucapan doa dan upacara agama senantiasa dimulai dengan kata suci “OM”, yang berasal dari A: simbol brahma; U. adalah simbol Wisnu ; dan M. adalah simbol Siwa, lalu diucapkan dengan suara “AUM” atau “OM”. Oleh karena itu ucapan salam Hindu berbunyi “OM SWASTYASTU” (semoga selamat atasmu), maka jawabannya adalah kata-kata “SHANTI, SHANTI, SHANTI, OM” (damai, damai, damai, semoga). Demikian juga ucapan “OM AWIGNAMASTU; OM DIRGHAYURASTU”: semoga tak ada halangan dan semoga panjang umur.[10]
H. Penutup.
            Demikian sekilas tentang agama Hindu yang lahir di anak benua India kemudian menyebar ke seluruh dunia hingga kini. Sebagai agama yang bernuansa kebudayaan serta syncretisme dari berbagai kepercayaan dari para pemeluknya merupakan ciri khas agama ini. Sebagai salah satu agama yang besar di dunia, agama Hindu telah memberikan kontribusinya dalam meningkatkan perkembangan sosial para pemeluknya di seluruh dunia. Setelah berkembangnya agama Budha kemudian, terjadi perubahan-perubahan atau reformasi dalam agama Hindu dimana membuat para pemeluknya semakin gigih menyebarkan ajaran Hinduism ke seluruh dunia. Sama halnya dengan agama-agama besar lainnya, agama ini juga memilki banyak sekte-sekte dan salah satunya adalah Agama Hindu yang dianut mayoritas Suku Bali di Pulau Dewata atau Pulau Bali yakni salah satu Tourist Resort yang terkenal di dunia. Bahkan ketika penulis kuliah Short Course di Amerika tahun 2006,[11] orang-orang di Amerika lebih mengenal Bali ketimbang Indonesia, padahal Pulau Bali adalah salah satu pulau atau Propinsi yang ada di Nusantara.    


BOBLIOGRAFI


Arifin H. M. 1981. Belajar Memahami Ajaran Agama-Agama Besar, Jakarta: CV. Sera Jaya.

Das Govinda, 1924. Hinduism, Madras India: Madras Publisher.
Departemen Agama RI, tt, Tata Cara Peribadatan dalam Agama Hindu, Jakarta: Depag RI.

Hadiwijono Harun, 1975. Agama Hindu dan Budha, Jakarta. BPK Gunung Mulia.

Harahap Syahrin, 1994. Sejarah Agama Agama, Medan: Pustaka Widya Sarana.

Joesoef Sou’yb, 1993. Agama-Agama Besar di Dunia, Jakarta: Pustaka Alhusna.

Pudja Gede MA, 1977. Teologi Hindu, Jakarta: Penerbit Mayasari.
Pudja Gede. MA, 1984. Sradda, Jakarta: Penerbit Mayasari.
Trevor Ling, 1982. A History of Religions East and West, London: Macmillan Press.



[1] Lihat, Govinda Das, Hinduism (Madras, Madras Pub, 1924), h. 45. Lihat juga Hadiwijono. Harun, Agama Hindu dan Budha  (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1975), h. 11-12.
[2]Lihat, H. M. Arifin, Belajar Memahami Ajaran Agama-Agama Besar (Jakarta: CV. Sera Jaya, 1981), h. 46.
[3]Ibid., h. 47
[4]Lihat, Pudja G., MA., Sraddha (Jakarta: Mayasari, 1984), h. 4.
[5]Ibid.
[6]Ibid., h. 4-5.  Tujuan itu disebut juga dalam Upaniad: Moksa Artha Jagadhita Yacca Iti Dharma.
[7] H.M. Arifin, Op-Cit., h. 47. Lihat juga, Hadiwijono, Op. Cit., h. 12
[8] Pudja, Op. Cit., h. 31
[9] Hadiwijono, Op. Cit., h. 18.  Lihat juga, Joesoef Sou’yb, Agama Agama Besar Di Dunia (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1993), 26-35.
[10] Lihat, Departemen Agama RI. Tatacara Peribadatan (  Jakarta: Depag RI, tt), h. 151-4.
[11] Penulis pernah mendapat beasiswa untuk mengikuti short course selama 6 bulan di Amerika Serikat pada tahun 2006. Bea siswa diberikan oleh the US State Department untuk memperdalam TESOL (Teaching/Teachers of English to Speakers of  Other Languages) di Florida, Maryland dan Washinton DC.

Biography Anwarsyah Nur


CURRICULUM VITAE
(Daftar Riwayat Hidup)




IDENTITAS DIRI

Nama                                        : Dr. Anwarsyah Nur, MA
NIP/NIDN                                  : 19570530 199303 1 001 / 0130055701
Jenis Kelamin                           : Laki-laki
Tempat dan Tanggal Lahir         : Pematangsiantar, 30 Mei 1957
Status Perkawinan                     : Kawin
Nama Ayah                               : Razali Chaniago
Nama Ibu                                  : Zahara Lena
Agama                                      : Islam
Tinggi Badan                             : 176 CM
Berat Badan                              : 90 Kg.
Golongan Pangkat                     : IV/b. Pembina Tk. I
Jabatan Fungsional Akademik   : Lektor Kepala
Perguruan Tinggi                       : IAIN Sumatera Utara
PT Lain                                     : UMSU, UNPAB
Alamat                                      : Jalan William Iskandar Psr V. Medan Estate 20731
                                                  061-6622925 Fax: 061-6615683
Alamat Rumah                           : Comp. Pertiwi Residence, Jalan Pertiwi Kav. 35-B Medan
                                                     Kode Pos 20224 Sumut Indonesia.
Telepon Rumah                         : 061-7388504
E-mail                                       : aanwarnur@yahoo.com
Facebook.                                : anwarsyah noor
HP                                            : 081375888191



Pada Tahun 2009 DIKTI cq Departemen Agama RI dengan SERTIFIKAT PENDIDIK Nomor In.01/R/PP.00.9/3360/2009 Tertanggal: 9 September 2009 Ditandatangani oleh Rektor IAIN Arraniri Banda Aceh Dinyatakan ANWARSYAH NUR – LULUS Sertifikasi Dosen sebagai Dosen Professional Bahasa Inggris. (Fotokopi Sertifikat Terlampir)


RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun Lulus
Jenjang
Nama Sekolah/Perguruan Tinggi
Jurusan/Bidang Studi
1970
SD
Taman Siswa
-
1974
PGAP
Taman Pendidikan Islam
-
1976
PGAA
Taman Pendidikan Islam
-
1983
BA
UISU
Islamic Studies
1989
S1
IAIN SU
Islamic Studies
1998
S2
IAIN SU
Islamic Studies

S3
PPs IAIN SU
Islamic Studies

PELATIHAN PROFESSIONAL

Tahun
Pelatihan/Short Course
Penyelenggara
2003-2007
The English Teacher Training Program (diikuti setiap tahun sejak tahun 2003-2007)
IAIN-SU & RELO US. Embassy in Jakarta
2006
TESOL (Teachers of English to Speakers of Other Langugaes)
US Dept. of State in Florida and Washington DC. USA.


PENGALAMAN JABATAN

Jabatan
Institusi
Tahun…s/d…..
Sekjur Aqidah Filsafat
Fak. Ushuluddin IAIN-SU Medan
2002-2004
Kepala
Pusat Pembinaan Bahasa (PUSBINSA) IAIN SU
2004-2010


PENGALAMAN MENGAJAR

Mata Kuliah
Jenjang
Institusi/Jurusan/Program
Tahun…s/d…
B. Inggris
S1
IAIN-SU, Ushuluiddin/AF-TH-THI, PA, FPI
1993-sekarang
CCU/ESP
S1
IAIN-SU, Tarbiyah/ Pend. Prog. Bahasa Inggris
2000-sekarang
B. Inggris Hukum
S1 & S2
UMSU/Ilmu Hukum
2001-sekarang
B. Inggris Hukum
S2
UNPAB/Ilmu Hukum
2008-sekarang


PENGALAMAN MEMBIMBING MAHASISWA

Tahun-sekarang
Pembimbingan/Pembinaan
1998-sekarang
Skripsi S1 Jur. AF, TH, PA, FPI Fak. Ushuluddin IAIN SU, Praktikum Ibadah, Praktikum Bahasa Inggris Mhs. Ushuluddin, Dakwah dan Tarbiyah IAIN-SU.


PENGALAMAN PENELITIAN

Tahun
Judul Peneltian
Jabatan
Sumber Dana
1989
The Role of PITI in Developing Islamic Mission or Propagation for Chinese Muslim in Pematangsiantar.
Peneliti
Pribadi
1998
Sultan Akbar’s Thought on Din-i-ilahi (A Concept of Sycretism)
Peneliti
Pribadi
1999
Sikap Umat Islam Terhadap Etnis Tionghoa di Dusun II Kecamatan Pantai Labu Kab. Deliserdang.
Peneliti
IAIN
2004
A History of English: Perkembangan bahasa Inggris (Tinjauan Historis)
Peneliti
Pribadi



KARYA TULIS ILMIAH
A. Buku/Jurnal
Tahun
Judul
Penerbit
2002
Reading: Islamic Studies Vol: 1
CV. Jabal Rahmat Medan
2002
Reading: Islamic Studies Vol: 2
CV. Jabal Rahmat Medan
2002
Reading: Islamic Studies Vol: 3
CV. Jabal Rahmat Medan
2003
English-Indonesian Synonyms
CV. Jabal Rahmat Medan
2003
Simple and Basic Grammar
CV. Jabal Rahmat Medan
2003
Expression and Word Study
CV. Jabal Rahmat Medan
1990-2010
Daily Expressions and Word-study in Conversation
Citapustaka Media Bandung
2005-2011
English for Specific Purposes (ESP): Law, Bahasa Inggris Hukum.
Citapustaka Media Bandung
2006
ESP: Law. Legal Terms
Jurnal Media Hukum Fak. Hukum UMSU


B. Makalah/Poster
Tahun
Judul
Penyelenggara





C. Penyunting/Editor/Reviewer/Resensi
Tahun
Judul/Penerbit/Jurnal
2009-sekarang

2011- sekarang
Editor Abstract Bahasa Inggris Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, Penerbit UMSU
Anggota tim editor Jurnal Mizan PPs Magister Ilmu Hukum UNPAB Medan


PESERTA KONFERENSI/SEMINAR/LOKAKARYA/SIMPOSIUM
(5 tahun terakhir)

Tahun
Judul Kegiatan
Penyelenggara
2006
Peserta Int’l Seminar TEFLIN (The Association of Teachers of English as a Foreign Language in Indonesia) di Salatiga “English Taching Methodology” “English Languages Education Policies: Responding to National and Global Challenges”
Universitas Kristen Satyawacana Salatiga.
2006
Presenter “Colloquium on “Standardizing English Language Education Across Faculties” Medan.
UIN Alauddin Makasar and RELO US Embassy Jakarta
2006
Participant Int’l Seminar on TESOL  (Teacher of English to Speakers of Other languages) “ Daring to Lead” In Washington and Floroda USA.
International TESOL and US Government.
2007
Peserta Int’l Seminar TEFLIN (The Association of Teachers of English as a Foreign Language in Indonesia) at Jakarta Human Resources Development in English Language Taeching”
UIN Jakarta
2007
Peserta Lokakarya “ Pengembangan Jaringan Agama”
IAIN SU Medan
2008
Presenter “Workshop on TEFL”
Language Center of IAIN SU Medan
2008
Keynote Speaker on National Seminar on “Strategi Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Menyiapkan SDM yang Kompetetif di Era Reformasi”
Himpunan Mahasiswa Jurusan Prodi Bahasa Inggris Fak. Tarbiyah IAIN-SU Medan
2008
Peserta Workshop tentang “ Pelatihan Tutorial Bilal Mayit”
 Pusat Pengabdian Masyarakat IAIN SU Medan
2010
Pelatihan Metodologi Penelitian bagi Dosen-dosen PTS Se SUMUT di Hotel Royal Printis Medan
 Kopertis Wil I Sumut/Aceh/Riau
2011
Peserta Seminar Nasional “Kontribusi Pemikiran Islam dalam Pemabangunan Nasional” Di Hotel Grand Sakura Medan
PPs IAIN SU & Kopertais Wil IX


KEGIATAN PROFESSIONAL/PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

Tahun
Kegiatan
2004
Tim Juri Bidang bahasa Inggris dalam Pemilihan mahasiswa Berprestasi UMSU
2006
Tim Juri Bid. Bahasa Inggris dalam Pemilihan Dosen dan Mahasiswa Berprestasi UMSU


PENGHARGAAN/PIAGAM

Tahun
Bentuk Penghargaan
Pemberi
2005
Piagam Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Sayta 10 Tahun
Presiden Republik Indonesia


ORGANISASI PROFESI/ILMIAH

Tahun
Organisasi
Jabatan
Sejak 2006
TESOL Berpusat di Washington DC. USA.
Anggota
Sejak 2003
­TEFLIN (Organisasi Guru/Dosen Bahasa Inggris di Indonesia)
Anggota
1995
PGRI Medan
Anggota

Saya menyatakan bahwa semua keterangan dalam Curriculum Vitae ini adalah benar dan apabila terdapat kesalahan, saya bersedia mempertanggungjawabkannya. 

                                                                                    Medan, Agustus 2011


                                                                                        (Anwarsyah Nur)